Bukan siapa-siapa

Seharusnya, Aku Tak Perlu Percaya!

Sudah berapa kali keadaan mengingatkanmu untuk tidak lagi percaya pada manusia, percaya pada janji-janji manusia, berharap pada janji-janji manusia?
Seharusnya aku sadar, aku tak lagi berharap pada orang-orang itu. Tak mudah percaya dengan janji orang-orang itu. Seharusnya aku bisa mengambil hikmah dari semuanya.
Seharusnya ku tepati janjiku dulu untuk tidak lagi percaya pada manusia.
Tapi dengan sedikit kata manis penuh harapan untuk masa depan, aku luluh, mudah sekali percaya dan meng-iya-kan kata-kata mereka.
Seharusnya aku mendengarkan kata seseorang untuk tidak terlalu baik dalam mempercayai orang lain.
Seharusnya aku bisa melakukan apapun sendiri.
Seharusnya aku tidak perlu terikat dengan orang lain.
Seharusnya aku sadar, ketika aku memprioritaskan seseorang, maka seseorang tersebut belum tentu memprioritaskan diriku, bisa jadi dia memprioritaskan orang lain.
Kecewa? Lagi? Huh! Aku benar-benar lelah!
Ku kira, kau akan berusaha selalu ada untukku seperti aku selalu berusaha ada untukmu!
Dulu masa-masa skripsi mu belum kelar, kau selalu memintaku menemanimu. Lalu aku datang, meskipun terlambat aku akan datang, tapi jarang sekali aku terlambat, aku selalu berusaha ada ketika temanku yabg memintaku. Begitu pikirku!
Lalu kau pun berjanji, jika nanti aku belum selesai, kau akan menemaniku juga apapun yang terjadi. 
Tapi pada kenyataannya, saat ku butuh, kau tak ada. Mirisnya lagi, kau bahkan tak datang!
Masa-masa penelitian tiba, di hari pertama aku memintamu menemaniku menjadi dokumentator. Kau mau, Alhamdulillah.
Di hari kedua, dengan santai kau kirim pesan, "ren maaf ya aku ngantuk berat". Apa boleh buat? Aku tak bisa memaksa orang untuk ku minta tolong. Lalu kau merasa bersalah, berjanji kalau nanti akan menemaniku di hari lain.
Hari penelitian terakhir tiba, sehari sebelum penelitian aku menagih janjimu, kau meng-iya-kan meski kau sempat bilang "ren kalau ada yang lain sama yang lain aja perginya", aku ga mau dong capek-capek harus cari orang lain sedangkan aku punya teman! Lagian dia juga sudah berjanji kan? 
Keesokannya, lagi-lagi kau tak datang teman, aku sudah menghubungimu tapi suuliit sekali, kau tak ada kabar sama sekali.
Aku terpaksa menghubungi orang lain, mendadak! Karena perbuatanmu!
Apa aku marah? Kecewa? Aku mencoba tidak!
Tapi lihat apa yg terjadi setelahnya. Aku tak mendoakan mu yang buruk-buruk, tapi kejadian buruk datamg padamu karena kau telah mendzalami dan ingkar janji pada temanmu!
Kini, kau tak lagi punya banyak kesibukan hanya menghitung hari menuju wisuda. Aku lagi-lagi memintamu menemaniku revisi, aku juga mau sarjana sepertimu. Berulang kali tak bisa, rupanya kau masih punya banyak kesibukan dengan temanmu yg lain. Yasudah, apa boleh buat, ku lakukan semua sendiri, ternyata aku bisa sendiri, meskipun rasanya berbeda jika mengerjakan hal-hal berat dengan teman. 
Tapi aku ingin bertanya, apakah janji selalu ada saat aku butuh hanya sebatas ucapan saja bagimu? 
Apa hanya aku yang menganggap itu sebagai janji? 
Apa hanya aku yg mempercayai kata-kata itu?
Apa hanya aku yg menganggap kamu teman?
Aku tau kamu lelah, aku tau kamu sibuk, aku tau aku bukan satu-satunya temanmu. Tapi tolong jangan terlalu sering ingkar janji, terutama pada teman2mu yg lain.
Mungkin kamu belum merasakan dikhianati oleh janji, jadi kamu merasa itu hal biasa.
Tapi bagiku, jika seseorang sudah berjanji, maka dia harus menepati janjinya, karena aku selalu berusaha menepati janji-janjiku.
Maka seharusnya, aku tak lagi percaya pada janji, percaya pada janji manusia, dan aku tak mau lagi membuat janji.

No comments:

Post a Comment