Bukan siapa-siapa

Siklus Pendidikan Karakter di Indonesia



Setujukah anda jika saya mengatakan bahwa karakter siswa terbentuk karena pengaruh dari karakter guru baik ketika di sekolah dan di luar sekolah? Dewasa ini tidak sulit menemukan sosok guru yang menginspirasi. Karena guru adalah sosok yang menjadi panutan untuk siswa, masyarakat bahkan sesama guru. Hanya saja, menginspirasi yang dimaksud bukan saja berbicara mengenai prestasi-prestasi baik yang dipeoleh oleh guru, akan tetapi prestasi-prestasi buruk juga ikut mendampingi siswa dalam membentuk karakter dan moral. Sehingga muncul banyak istilah penyakit untuk guru seperti guru kudis (kurang disiplin), terserang kuman (kurang amanah dan kurang iman), asma (asal masuk kelas) dan penyakit-penyakit lainnya yang berdampak pada karakter siswa.

Saat dalam pendidikan formal, lingkungan sekolah memiliki pengaruh besar pada karakter siswa. Apabila karakter lingkungan baik maka karakter siswa juga akan baik. Namun jika karakter lingkungan sekolah buruk maka karakter siswa juga akan ikut memburuk. Kalau sudah demikian siapakah yang akan disalahkan? Keluarga dan masyarakat akan memandang dunia pendidikan tidak memiliki efek yang baik untuk membentuk karakter anaknya. Jika siswa berada dalam masyarakat maka lingkungannya juga akan berubah. Pengaruh lingkungan sekolah akan berdampak ketika siswa berada dalam masyarakat, karena semua tindakan orang yang menjalani pendidikan menjadi sorotan masyarakat. Masyarakat memiliki pandangan lebih terhadap orang yang berpendidikan. Semua tindak-tanduknya dinilai dan diikuti oleh masyarakat.

Akan tetapi kita tidak bisa menyalahkan guru dan lingkungan sekolah seutuhnya. Karena pendidikan yang paling utama adalah ketika anak dididik dalam keluarga, yang dikenal dengan istilah pendidikan informal. Pada fase inilah semua pendidikan dimulai, seperti menanamkan karakter jujur, disiplin, bertanggung jawab, religius, percaya diri dan sebagainya. Pada fase ini orangtua dan keluarga bertanggung jawab dan berperan aktif untuk mendidik. Untuk mampu mendidik dan menanamkan karakter anak dengan baik, maka orangtua dan keluarga juga harus memiliki karakter-karakter tersebut. Orangtua tidak hanya menanamkan dan menyampaikan teori kepada anak, akan tetapi anak dan orangtua bersama-sama melaksanakan teori tersebut agar dapat menanamkan karakter-karakter yang baik pada diri anak. Sehingga anak akan lebih siap mental dan karakternya jika mereka sudah berada dalam masyarakat dan dunia pendidikan.

Anak-anak adalah peniru yang baik, semua yang dilakukannya adalah hasil dari meniru perilaku orang-orang terdekatnya. Jika sudah demikian, jangan heran mengapa anak-anak memiliki perilaku yang buruk seperti mencuri, berbicara kasar, tidak hormat kepada orang yang lebih tua, tidak saling menyayangi, dan perbuatan negatif lainnya. Hal itu terjadi karena orang-orang disekelilingnya melakukan perbuatan-perbuatan tersebut dan membenarkan perbuatan negatif tersebut.

Hal ini juga berlaku untuk semua pemerintah yang memerintah negeri ini. Pemerintah juga memiliki peran besar dan tidak bisa diabaikan dalam membentuk karakter anak bangsa. Misalnya dalam dunia pendidikan, hiburan, media, dan sebagainya, hendaklah selalu berada dalam koridor yang positif yang dapat membantu menunjang pembentukan karakter yang baik pada anak-anak bangsa. Terutama pada zaman milenial ini yang semua akses berita dan informasi bisa didapatkan dengan mudah. Pemerintah memiliki PR terbesar untuk selalu dapat menayangkan berita dan informasi yang tepat dan akurat, serta mengedukasi.

Kemajuan teknologi tidak bisa dijadikan alasan bobroknya karakter anak bangsa. Seharusnya kemajuan teknologi merupakan salah satu cara untuk menunjang terbentuknya karakter kreatif, inovatif, rasa ingin tahu, komunikatif serta karakter positif lainnya yang dapat memajukan bangsa dan memajukan pemikiran primitif masyarakat tentang teknologi agar tidak ada lagi masyarakat yang ketinggalan dalam berbagai informasi dan menjadikan masyarakat lebih intelek.


Jadi untuk membentuk, menanamkan, dan membangun karakter yang baik terhadap orang lain maka dimulailah dari diri sendiri. Ketika kita menginginkan anak, siswa dan tetangga kita memiliki karakter yang baik, maka mulailah dengan memperbaiki karakter diri sendiri. Karena untuk menanamkan karakter pada seseorang merupakan suatu siklus yang sangat panjang dan hebat. Jika satu siklus saja terputus maka siklus yang lain akan terputus atau siklus yang terputus tersebut akan tergantikan dengan siklus lainnya. Apabila siklus tersebut telah tergantikan maka akan sulit mengembalikannya kembali, sehingga akan berakibat pada hasil akhir yang diinginkan, yaitu menanamkan dan membentuk karakter-karakter baik pada diri anak bangsa. Maka jadilah contoh yang baik untuk orang lain. 

No comments:

Post a Comment